Dugaan bahwa kategori nomor (5) di alinea berikut #PeringkatIndonesia buruk karena hutangnya banyak perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa harapan hidup di Indonesia dengan damai dan sehat hingga tua (2) juga perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa polusi karbon (6) di Indonesia masih tertolong hutan tropis dsb, juga sangat perlu dikesampingkan. Inilah tulisan fakta riset World Economic Forum tentang Indonesia. Ingat Indonesia lumayan juara mispersepsi Per definisi pakai bahasa (diupayakan) sederhana, Indeks Pembangunan Inklusif (IBI) bicara apakah kebijakan struktur dan kelembagaan sebuah perekonomian sudah pro pada: (1) Penciptaan lapangan pekerjaan, (2) Harapan hidup sehat, (3) Sedikit orang miskinnya, (4) Merata kemakmurannya, (5) Sedikit proporsi hutang negaranya, dan (6) Polusi karbonnya dari ekonominya minimal. Ini baru sebagian dari sub pilar dan pilar lainnya, untuk teknisnya dapat menjadi bahan diskusi lebih jauh. Memakai kategori peringkat 'Di Kelas' a la aba-amba maka ...
'Ibu tua ini lebih hebat dari Indrawati, Merkel, dan Lagarde'; 1/2 jam untuk sampai pada simpulan itu: (1)
Mungkin karena pengamatan yang hanya setengah jam itu, seluruh prestasi perempuan-perempuan terkenal di masa ini, bahkan mungkin Ibu saya sendiri (tetap dengan hormat, ini karena terlampau banyak waktu bersama), dan bisa jadi sejajar dengan perempuan-perempuan terdahulu sekaliber Kartini dan mungkin Khadijah r.a. perlu melihat beliau seperti 1/2 jaman saya melihat sambil bergemuruh dada dan berkaca-kaca mata.
Satu lagi setting di transportasi umum di Area Metropolitan Jakarta. Kali ini kereta komuter Jabodetabek (PT-nya sendiri sudah berganti nama dari KCJ(abodetabek) menjadi PT KAI Commuter Indonesia), Jumat sesudah Maghrib, kereta ini menuju Bogor dari arah Jakarta Kota. Dari stasiun sebelumnya dinaiki segerombolan pria telat-dewasa yang memenuhi lorong di depan kursi prioritas dengan persiapan untuk lomba: Ludo King. Dengan persiapan smartphone mana yang layar paling besar, powerbank karena si gadget kehabisan baterai, 'besarkan saja volume-nya' saat musik pertanda permainan dimulai bergema, dan persis seperti perumahan saat mendekati 17 Agustusan. Tapi mereka tidak mengganggu dan asik dengan dunia fantasinya.
Kereta penuh tapi belum 'sarden'. Berikutnya ada seorang ibu hamil mencari-cari tempat duduk, dapat di gerbong sebelah. Kursi panjang di ujung di dekat persambungan kereta adalah kursi prioritas. Dan percaya atau tidak, saya baru sadar ternyata urutan penyebutan itu ada maknanya, karenanya juga seperti foto teratas sepertinya sepakat untuk penyebutan paling awal :
Commuter Indonesia: Lanjut usia\Wanita hamil\Penyandang cacat\Ibu membawa anak
Gambar teratas: Elderly passengers\disabled passengers\passenger with small children\expected mother\passenger with pacemaker and other medical devices.
Gamber terbawah: The elders\those with disabilities\those with infants\pregnant women\those with internal organ disabilities.
![]() |
sumber: commuterline.com |
![]() |
https://dodontdontdo.wordpress.com/2011/10/02/priority-seats-japan-train/ |
Lanjut usia/Elderly passengers/The elders = Prioritas Awal
Definisi lanjut usia dapat bermacam-macam dimulainya, WHO katakan PBB menyetujui cutoff 60+ untuk older or elderly persons, selain itu ada oldest old (normalnya mereka yang 80+) dan centenarian (100+) dan super-centenarian (110+). Lalu usia 40 (45) hingga 60 (65)? Disebutnya middle age/paruh baya. Nah, di area paruh baya ini yang membingungkan banyak orang. Tapi tentu berbeda dengan yang jelas-jelas lanjut usia, yaitu ikut WHO saja: 60 lebih.
Kembali ke gerbong, lagi-lagi ada perempuan hamil yang berupaya cari tempat duduk, 6 kursi prioritas di dekat saya sudah terisi, satu wanita hamil, satu wanita paruh baya (yang sepertinya tidak hamil/ciri prioritas lain), satu ibu dengan anak. Di seberang mereka ada dua bapak tua (entah lebih 60 atau tidak, satunya menjaga anaknya yang remaja yang sepertinya sakit. Si ibu hamil yang belakangan ini dicarikan kursi lain (bukan prioritas), untuk ada anak muda yang jadi relawan.
Stasiun berikutnya, naik ibu yang jelas lansia (ia heroine cerita ini) bersama bapak tua yang sepertinya juga lansia. Karena khawatir terdorong-dorong, tak ada upaya lain saya kecuali menawarkan tempat berdiri saya di depan kursi prioritas ini agar lebih aman. Si ibu sempat tersenyum mengira ditawarkan tempat duduk, buru-buru saya ralat dan ia hanya tersenyum.
foto teratas, sumber: https://matcha-jp.com/id/1350, banyak cerita tentang kereta komuter di Jepang berbahasa Indonesia di sini.
Comments
Post a Comment