Skip to main content

PeringkatIndonesia: Indeks Pembangunan Inklusif #20/42,↘︎8

Dugaan bahwa kategori nomor (5) di alinea berikut #PeringkatIndonesia buruk karena hutangnya banyak perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa harapan hidup di Indonesia dengan damai dan sehat hingga tua (2) juga perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa polusi karbon (6) di Indonesia masih tertolong hutan tropis dsb, juga sangat perlu dikesampingkan. Inilah tulisan fakta riset World Economic Forum tentang Indonesia. Ingat Indonesia lumayan juara mispersepsi Per definisi pakai bahasa (diupayakan) sederhana, Indeks Pembangunan Inklusif (IBI) bicara apakah kebijakan struktur dan kelembagaan sebuah perekonomian sudah pro pada: (1) Penciptaan lapangan pekerjaan, (2) Harapan hidup sehat, (3) Sedikit orang miskinnya, (4) Merata kemakmurannya, (5) Sedikit proporsi hutang negaranya, dan (6) Polusi karbonnya dari ekonominya minimal. Ini baru sebagian dari sub pilar dan pilar lainnya, untuk teknisnya dapat menjadi bahan diskusi lebih jauh. Memakai kategori peringkat 'Di Kelas' a la aba-amba maka

'Ibu tua ini lebih hebat dari Indrawati, Merkel, dan Lagarde'; 1/2 jam untuk sampai pada simpulan itu (2)

Klik di sini untuk bagian pertama tulisan

Tak ada protes bahkan gumaman ketika ia harus gagal duduk. Saya sedikit merasa bersalah sempat membuatnya merasa mendapat harapan palsu. Si ibu kulit mukanya telah mengendur tapi keteguhan tetap terlihat dari mukanya. Pakaiannya pun sederhana, hanya hijab berbahan kaus dan pakaian perempuan sederhana lainnya. Tidak seperti ibu hamil di kanannya yang sepertinya karyawan perusahaan, atau ibu paruh baya di depannya yang sepertinya aktif di kegiatan perumahan, atau ibu muda dengan balita sehat yang sepertinya berbusana muslim modis khas orang berpunya.

Si ibu menggenggam pegangan berbentuk segitiga di atas kepalanya yang sepertinya masih tergapai. 10 menit berlalu saya, yang lalu berdiri tepat di belakanganya, melihat ada sedikit gemetaran dalam pegangannya. Ia sepertnya tak surut, kembali dikencangkannya pegangan tangannya itu. Si ibu muda yang hamil di kanan, sempat bercakap ramah ke si ibu, saya tak memperhatikan isinya. Tapi jelas menangkap si ibu tetap tangguh. Si ibu aktivis kegiatan perumahan di depan mulai menunduk dan menutupi keningnya. Para pemain Ludo King tetap bersemangat dengan hiburannya. Si ibu membawa balita di kanan, mulai menyuruh si anak yang bermain Plants vs. Zombies terbaru untuk menyimpan gadget di tasnya anak itu lalu didudukkan di undakan kecil di ujung kereta. Andai ia mau bergantian dengan si ibu.

Saya pun mulai terbayang, bahwa ibu ini adalah gambaran kekuatan, keteguhan, semangat, kemandirian, pantang dikasihani perempuan Indonesia. Sempat tersenggol saat saya memindahkan tangan, si ibu menengok dan tersenyum, saya juga. Lalu saya usulkan agar dia memegang dua pegangan di besi yang tersedia. Dia menjawab tidak bisa karena tangan kirinya memegang bungkusan makanan yang sepertinya oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Rak tempat tas di atas penuh, sebagian oleh bawaan saya.

10 menit kemudian, sepertinya mulai terkantuk. Mungkin cuaca, mungkin letih, mungkin oksigen yang tipis, tangan si ibu kembali gemetaran. Kulit tangannya sudah menunjukkan umur, bau khas orang lanjut usianya mengingatkan pada nenek tercinta yang sering membelai kepala saya di waktu kecil. Oh, kenapa perempuan seperti ini sepertinya tidak mendapatkan haknya untuk diutamakan. Dan jelas dia bukan perempuan semacam itu. Sepertinya baginya rezeki Tuhan untuk dapat membayar murah untuk perjalannya sampai tujuan sudah cukup.

Beberapa stasiun kemudian, saya dapat bernafas lega. Ibu paruh baya sudah turun, tugas saya 'menjaga' kalau tiba-tiba si ibu terbawa goncangan kereta sudah selesai. Alasan saya tidak bersikeras mencarikan tempat di awal karena saya sudah cukup demonstratif 3 kali, saat ada perempuan hamil pertama sekali yang akhirnya saya antarkan ke mas muda bangku non-prioritas, perempuan hamil lain yang membuat saya memeriksa apakah bapak membawa remaja yang ternyata sakit dapat berikan tempat dan saat 'memindahkan' si ibu dari tengah area pintu. Pemalas memang, tapi jika kejadiannya lain, tak akan terbayang Indrawati, Merkel, Lagarde, Kartini, Khadijah dan perempuan hebat lainnya.

Belum selesai saya dibuat terkagum, saat duduk bukan desahan tapi ucapan syukur yang keluar dari mulutnya. Bukannya ketidak pedulian akibat lelah, tapi ramah tamah lembut menyapa bocah sehat yang dipangku ibu sehat di sebelahnya. Belum selesai, ia bergeser ke sisi kanan saat si ibu hamil di bangku kanan turun di stasiun berikutnya. Melihat ke saya seperti menawarkan tempat duduk, tempat itu akhirnya ditempati bapak paruh baya yang asik dengan smartphone-nya yang awalnya ada di kanan berdirinya. Saya tersenyum dan di menit itu tiba-tiba ia menjadi seorang ibu yang layak untuk disalami dan tangannya diletakkan di kening saya. Hormat. Betapa sedikit ia mendahulukan kepentingan dirinya sendiri, ia tulus memperhatikan orang lain.

Bercakap dengan si bapak, ibu ini mengatakan ia bergeser ke kanan karena lebih nyaman. Duh, saya lagi-lagi menghayal ia menutupi niat baiknya yang jelas terlihat. Jauhlah dari orang-orang, termasuk saya, yang acap memamerkan diri pada setiap kesempatan. Indrawat, Merkel bahkan Tatcher perlu belajar dari ibu ini bahwa action speaks louder than words dan bahwa memenangkan hati tak perlu dengan kekuatan dan kekuasaan. Tak perlu santai seolah serius, tak perlu berpura-pura atau bersungguh-sungguh bodoh dan tak pedulian, tak perlu pamer kesepian kemana-mana karena ia sebarkan aura hormat tanpa batik mahal, tas kesombongan, gandengan instagramable, atau hal-hal palsu lainnya.

Tiba-tiba saya harus turun, lamunan harus terhenti. Padahal sudah rancang skenario untuk sampaikan ke si ibu betapa hebatnya dia di mata saya. Betapa saya melihat bahwa inilah sosok perempuan yang perlu memenuhi seantero Nusantara. Sibuk menurunkan kardus dan tas bawaan dan bermisi-misi untuk turun, hanya sempat ucapkan, "mari, Bu" saat si ibu seperti melepas keberangkatan menuju cita-cita saya. Ibu saya sendiri pun sering melakukan ini. Si ibu ini seperti menyampaikan bahwa meski kita hanya bertemu setengah jam lebih karena berada di tempat yang sama untuk kepentingan yang sama, tidak berarti kita harus kehilangan kemanusiaan kita dan menjadi setengah-robot hanya demi tidak tergilas gerinda Area Metropolitan Jakarta.

Prestasi perempuan hebat terkenal memang mendapat acungan jempol dunia, tapi saya berhenti untuk terkecoh oleh penampilan, karena gemuruh dada, petir pemikiran, dan hangatnya hati, kata-kata tertulis yang bahkan tak bisa menjabarkan kesan mendalam dari si ibu bagi saya di setengah jam itu. Hingga kini 18 jam kemudian, masih tertinggal haru itu. Ibu itu adalah perlambang karakter perempuan Indonesia yang nyata.



Comments

Popular posts from this blog

Jika UI, UGM, ITB dan IPB adalah mahasiswa mata kuliah 'Analisis Universitas Terbaik di Asia'

Sumber: Times Higher Education, diolah aba-amba.blogspot.co.id. Menyambung pos berjudul ' TERBARU! Peringkat Universitas di Indonesia di Asia ' jadi terbayang hayalan kalau seandainya para universitas (yang juga meriset) yang terbaik di Indonesia juga yang terbaik di setiap negara Asia ini adalah mahasiswa yang harus melampaui nilai tertentu untuk dapat nilai A, A-, B+, B, B-, C+, C, D, E dan lulus jika di atas huruf tertentu (biasanya C setau saya). Tentu ini tidak bermaksud menilai keberhasilan pengelolaan atau hasil institusi perguruan tinggi, tapi mungkin menarik untuk mengisi waktu tentang kenangan masa-masa kuliah. Nama mata kuliah dan komponen nilainya kira-kira (sebagain besar dikutip dari blog terdahulu tersebut): "Analisis Universitas Terbaik di Asia" Mata kuliah ini bertujuan melihat perbandingan peringkat universitas  dari data Times Higher Education yang menilai universitas-universitas intensif-penelitian dalam faktor-faktor inti: pengaja

Mahalnya Kemerdekaan Indonesia

Rp145 ribu triliun (kuadriliun) , Ambil! KMB (Konferensi Meja Bundar) 1949 sebagian besar warga Indonesia pernah dengar, tapi kalau hasilnya adalah Pemerintah Indonesia setuju ambil alih hutang luar negeri Pemerintah Hindia Belanda  lk Rp 144750 triliun (ya'! lk 145 ribu triliun, tepatnya 144.749.200.734.698.000,00; Rp sekarang)  itu belum termasuk bunga 3% dan harus dibayar penuh selambatnya Juni 1964 pernah dengar?  [angka aslinya 1949, $1.130 juta (1,13 miliar); 3% p.a.; (Sumitro Djojohadikusumo 2000:95)] 1955 karena heboh Irian Barat yang berlarut, kesekatan ekonomi dan keuangan ini dibatalkan Menkeu.,  'Hanya' lk Rp 19.770 triliun (19.771.500.153.821.500, Rp sekarang) yang perlu dibayarkan.  [angka aslinya 21/02/1955, $171 juta] "Tidak ada bekas jajahan lain yang diwajibkan untuk mengambil-alih utang sebesar itu dari bekas penjajah kolonialnya seperti Indonesia."   (Kahin 1997:27) dalam Thee Kian Wie, Indonesia's Economy since Independenc

PeringkatIndonesia: Indeks Pembangunan Inklusif #20/42,↘︎8

Dugaan bahwa kategori nomor (5) di alinea berikut #PeringkatIndonesia buruk karena hutangnya banyak perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa harapan hidup di Indonesia dengan damai dan sehat hingga tua (2) juga perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa polusi karbon (6) di Indonesia masih tertolong hutan tropis dsb, juga sangat perlu dikesampingkan. Inilah tulisan fakta riset World Economic Forum tentang Indonesia. Ingat Indonesia lumayan juara mispersepsi Per definisi pakai bahasa (diupayakan) sederhana, Indeks Pembangunan Inklusif (IBI) bicara apakah kebijakan struktur dan kelembagaan sebuah perekonomian sudah pro pada: (1) Penciptaan lapangan pekerjaan, (2) Harapan hidup sehat, (3) Sedikit orang miskinnya, (4) Merata kemakmurannya, (5) Sedikit proporsi hutang negaranya, dan (6) Polusi karbonnya dari ekonominya minimal. Ini baru sebagian dari sub pilar dan pilar lainnya, untuk teknisnya dapat menjadi bahan diskusi lebih jauh. Memakai kategori peringkat 'Di Kelas' a la aba-amba maka

PISA, Cinta-Rangga, Dilan-Milea, Duo Posesif

Bukan satu dari tulisan nostalgik, ini berupaya melihat gambaran fiksi (sebagian nyata) dibanding dengan hasil yang dihitung serius. baca juga: Santai Seolah Serius (3S) PISA (program penilaian siswa secara internasional)  dari OECD melakukan survei evaluasi sistem edukasi tiga tahunan dengan subyek setengah juta dari 28 juta murid berusia 15 tahun di 72 negara dan perekonomian. Indonesia di 2015 memiliki 4,53 murid di usia ini. Penilaian dalam lima subyek sains, matemtika (a sengaja dihilangkan), membaca, juga pemecahan masalah kolaboratif dan literasi keuangan. Ini dimulai di 2000 dan terakhir di 2015. Jika memiliki anak sendiri atau kerabat yang berusia 15 tahun, ini contoh soalnya . Sayangnya meski Indonesia satu dari 72 negara yang disurvei tapi contoh yang tersedia dalam 82 bahasa itu justru terpaksa memakai bahasa Malaysia-Malay yang paling mirip bahasa Indonesai. Atau paling-paling memakai tes versi bahasa Inggris. Sejak awal (2000), Indonesia selalu disurvei dan 2015 adala

'Ibu tua ini lebih hebat dari Indrawati, Merkel, dan Lagarde'; 1/2 jam untuk sampai pada simpulan itu: (1)

Mungkin karena pengamatan yang hanya setengah jam itu, seluruh prestasi perempuan-perempuan terkenal di masa ini, bahkan mungkin Ibu saya sendiri (tetap dengan hormat, ini karena terlampau banyak waktu bersama), dan bisa jadi sejajar dengan perempuan-perempuan terdahulu sekaliber Kartini dan mungkin Khadijah r.a. perlu melihat beliau seperti 1/2 jaman saya melihat sambil bergemuruh dada dan berkaca-kaca mata. Satu lagi setting di transportasi umum di Area Metropolitan Jakarta.  Kali ini kereta komuter Jabodetabek (PT-nya sendiri sudah berganti nama dari KCJ(abodetabek) menjadi PT KAI Commuter Indonesia), Jumat sesudah Maghrib, kereta ini menuju Bogor dari arah Jakarta Kota. Dari stasiun sebelumnya dinaiki segerombolan pria telat-dewasa yang memenuhi lorong di depan kursi prioritas dengan persiapan untuk lomba: Ludo King . Dengan persiapan smartphone mana yang layar paling besar, powerbank karena si gadget kehabisan baterai, 'besarkan saja volume-nya' saat musik pertanda

PeringkatIndonesia: Rapor Daya Saing Global Indonesia 2017-2018

Melanjutkan tradisi di kelas berisi 42 siswa, di peringkat berapakah siswa bernama Indonesia dalam Rapor Daya Saing Global 2017-2018 versi World Economic Forum? Komponen Indeks Daya Saing Global (IDSG, Global Competitiveness Index--GCI) dibagi menjadi 3 subindeks yaitu  A. Persyaratan Dasar, dengan empat pilar:  1-Institusi 2-Infrastruktur 3-Lingkungan makroekonomi 4-Kesehatan dan pendidikan dasar B. Peningkat Efisiensi, dengan enam pilar: 5-Pendidikan (menengah dan) tinggi dan pelatihan 6-Efisiensi pasar barang 7-Efisiensi pasar tenaga kerja 8-Pengembangan pasar keuangan 9-Kesiapan teknologi 10-Ukuran pasar C. Faktor inovasi dan kecanggihan, dengan dua pilar 11-Kecanggihan bisnis 12-Inovasi Masing-masing pilar dalam subindeks juga mempunyai subpilar yang, namun untuk memudahkan pengamataan hanya item-item rinci di mana #PeringkatIndonesia  ada di kelompok hijau, merah, dan kehitaman yang ditampilkan. Warna hijau untuk peringkat dengan 1 digit, kuning

Indonesia, Perils of Perceptions. Mispersepsi dari Keramaian

Ok. Anda bertanya pada rekan tentang smartphone dan ia berkata, "saya tak punya" lalu Anda berkata, "gak mungkin!" Ternyata Anda melebih-lebihkan berapa banyak penduduk Indonesia yang punya. Kira-kira 85 dari 100 orang akan dianggap punya setidaknya satu smartphone. Faktanya, kelebihan 65. Hanya 21 dari 100 yang punya. Dan Indonesia 'ngaco' tertinggi di dunia untuk kategori ini. Selanjutnya di simbol kebebasan, akses dan prestise: mobil. Coba tebak dari 100 orang Indonesia, berapa yang punya mobil? 77? Hmm, ini juga kelebihan banyak. Hanya 41 yang punya. Orang Jepang naik kereta dan gak punya mobil? Faktanya 72 dari 100 punya. Si biru yang sudah 2 miliar. Facebook. Dari 100 berapa yang punya? Kurang lebih 81% dari orang Indonesia >13 tahun punya. Salah hanya 28 saja. Lanjut tentang Surga, Neraka dan Tuhan. Ah paling tinggal 85% orang Indonesia yang percaya Surga faktanya 99% dan selamat Indonesia salah duga tiga terbawah namun te

#PeringkatIndonesia di Indeks Persepsi Korupsi dalam 22 tahun

Mani pulite  adalah bahasa Italia untuk 'tangan bersih', penyelidikan yudisial berskala nasional untuk korupsi politik ini menyebabkan lebih dari separuh anggota parlemen Italia terkena dakwaan, banyak partai politik lenyap, 5.000 tokoh masyarakat kehilangan pamor, 400 anggota dewan kota terkena tuduhan korupsi, belum lagi yang akhirnya bunuh diri. Korupsi di Indonesia agaknya dapat mencontoh gebrakan hakim 'Bao' Antonio Di Pietro di awal 1990 yang agaknya berkontribusi dalam perbaikan tajam 25 poin Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Italia dari 1995 yang mencapai puncaknya di 2001. Metode hakim 'Bao' ini terfokus pada suap untuk kontrak proyek pekerjaan umum, dalam wawancara ulang tahun perak di tahun lalu ke AFP, Di Pietro mengatakan  "Saya secara pribadi menandai setiap lembar uang, satu per satu. Itu adalah satu-satunya cara agar kita benar-benar yakin untuk membuktikan bahwa sogokan telah dilakukan," kata Di Pietro. "Ketika dia berpaling

5 dari 13 Pulau terbesar di Dunia: ITULAH INDONESIA

Mari melihat geografi Indonesia dari sudut pandang yang berbeda. Awalnya saya memasukkan 15 pulau terbesar di dunia dalam peta. Tapi untuk bonus hari Jum'at nomor (#) 14 dan #15 dikeluarkan saja hasilnya: 5 dari 13 pulau terbesar di Dunia: ITULAH INDONESIA. Perlu menjadi catatan bahwa hampir separuh dari #2 pulau  New Guinea  dan hampir 3/4 dari #3 pulau Kalimantan saja yang tergabung dengan Indonesia. Klaim ini juga berlaku untuk satu pulau lain yang dimiliki oleh dua negara lainnya seperti Timor (bersama Timor-Leste). Selebihnya 1 dari 6 dalam Daftar 322 Pulau terbesar di Dunia: ITULAH INDONESIA Berikut perincian detil pulau-pulau di Indonesia berikut #PeringkatIndonesia  di dunia, yang disarikan dari daftar 322 pulau terbesar di dunia . Satu hal, berhubung Indonesia segera menjadi tuan rumah Asian Games 2018, luas pulau ini juga akan dikonvensi jadi berapa lapangan sepak bola (120m x 90 m). #322 pulau Smyley (? :)) luasnya 1 juta lapangan bola. #1 Greenland 2 milyar lapang

TERBARU! Peringkat Universitas di Indonesia di Asia 2018

Versi Times Higher Education ,  Bagaimana kabar universitas-universitas di Indonesia?  Berapa yang masuk 350+8 di Asia? Bagaimana Universitas teratas di Negara yang masuk peringkat? Baiknya melihat dulu definisi dan metodologi mereka. Peringkat Universitas Times Higher Education nyatakan sebagai satu-satunya tabel kinerja global yang menilai universitas-universitas intensif-penelitian dalam faktor-faktor inti: pengajaran, penelitian, transfer pengetahuan dan pandangan internasional. Ini boleh disandingkan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat) dengan faktor pengabdian masyarakat yang difokus menjadi dua hal terakhir dalam pemeringkatan mereka dengan indikator terukur. Indikator-indikator kinerja [bobotnya] dikelompokkan dalam lima area: [25%] Pengajaran (lingkungan belajar)  (10   %) Survei reputasi ( 4,5 %) Rasio staf-terhadap-mahasiswa ( 2,25%) Rasio gelar doktor-terhadap-gelar sarjana ( 6   %) Rasio gelar dok