Dugaan bahwa kategori nomor (5) di alinea berikut #PeringkatIndonesia buruk karena hutangnya banyak perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa harapan hidup di Indonesia dengan damai dan sehat hingga tua (2) juga perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa polusi karbon (6) di Indonesia masih tertolong hutan tropis dsb, juga sangat perlu dikesampingkan. Inilah tulisan fakta riset World Economic Forum tentang Indonesia. Ingat Indonesia lumayan juara mispersepsi Per definisi pakai bahasa (diupayakan) sederhana, Indeks Pembangunan Inklusif (IBI) bicara apakah kebijakan struktur dan kelembagaan sebuah perekonomian sudah pro pada: (1) Penciptaan lapangan pekerjaan, (2) Harapan hidup sehat, (3) Sedikit orang miskinnya, (4) Merata kemakmurannya, (5) Sedikit proporsi hutang negaranya, dan (6) Polusi karbonnya dari ekonominya minimal. Ini baru sebagian dari sub pilar dan pilar lainnya, untuk teknisnya dapat menjadi bahan diskusi lebih jauh. Memakai kategori peringkat 'Di Kelas' a la aba-amba maka ...
![]() |
Metode hakim 'Bao' ini terfokus pada suap untuk kontrak proyek pekerjaan umum, dalam wawancara ulang tahun perak di tahun lalu ke AFP, Di Pietro mengatakan
"Saya secara pribadi menandai setiap lembar uang, satu per satu. Itu adalah satu-satunya cara agar kita benar-benar yakin untuk membuktikan bahwa sogokan telah dilakukan," kata Di Pietro.
"Ketika dia berpaling kepada saya dan berkata, 'Tapi ini adalah uang saya sendiri,' saya bisa menjawab, "Baik, jelaskan bagaimana mereka mendapatkan tanda saya pada setiap lembarnya."
Memang setelah 2001 IPK Italia kembali turun ke nadir 39 di tahun 2010 kontribusi Berlusconi dan kembali ke angka 50 di 2017 dan tetap salah satu negara maju terkorup di Eropa, namun peningkatan IPK tajam ini menjadi perlu bagi kasus Indonesia. Pada gambar di atas Cina yang memiliki grafik relatif stabil naik dari IPK 22 di 1995 (satu peringkat di atas Indonesia kala itu) ke IPK 41 di 2017 adalah bukti bahwa perang terhadap korupsi dapat dilakukan. Hukuman mati bagi korupsi dilakukan di Cina untuk angka di atas $463 ribu (Rp 6,37 miliar).
Bagaimana dengan IPK Indonesia sendiri dalam rentang 22 tahun? Di awal survei Transparency International (TI), Indonesia ada di posisi buncit dari 41 negara. Tahunnya adalah 1995. IPK di sini adalah angka dari 0 hingga 100 dimana 100 adalah angka terbaik. Skor saat itu adalah 1,94. Angka ini saya konversi ke skala 0-100 yang dimulai beberapa tahun lalu. Jadilah angka 19 sebagai IPK awal Indonesia. Naik ke tertinggi 27,2 di 1997 namun hancur ke 17 di 1999. Krisis. Skor mendekati 27 baru kembali diraih 11 tahun kemudian dan sejak itu menanjak terus ke 37 di tahun 2017.
Untuk memudahkan #PeringkatIndonesia, saya telah membuat indeks sendiri pada kolom terakhir tabel:
![]() |
Sumber: Transparency International, diolah, kolom terakhir adalah perhitungan aba-amba.blogspot.co.id |
Tambahan lagi berbagi peringkat artinya peringkat versi TI tercantum adalah yang terendah, misalnya di tahun 2011 Indonesia bisa saja berada di peringkat 100 (dari 182 negara/teritori) atau terburuk di 112. Memakai harapan optimis, anggaplah Indonesia selalu ada di puncak dari peringkat bersama tersebut.
#PeringkatIndonesia di kelas berisi 42 siswa
Ada cara baru melihat semua pemeringkatan dengan lebih sederhana, di sekolah dulu anggap rata-rata ada 42 siswa dan kita kurang lebih bisa tahu 'klasemen' teman-teman sekelas kita. Inilah #PeringkatIndonesia dalam kelas '42 siswa' tersebut:
Terlihat dalam 8 tahun sejak 1995, hanya dua kali PeringkatIndonesia di atas 40, artinya enam kali selalu 3 terbawah. Lima tahun berikut yang berakhir 2007 menandai PeringkatIndonesia ada di kelompok kepala tiga puluhan. Dan 10 tahun terakhir PeringkatIndonesia kembali naik kelompok ke kepala dua puluhan dan masih bertahan di situ.
Comments
Post a Comment