Dugaan bahwa kategori nomor (5) di alinea berikut #PeringkatIndonesia buruk karena hutangnya banyak perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa harapan hidup di Indonesia dengan damai dan sehat hingga tua (2) juga perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa polusi karbon (6) di Indonesia masih tertolong hutan tropis dsb, juga sangat perlu dikesampingkan. Inilah tulisan fakta riset World Economic Forum tentang Indonesia. Ingat Indonesia lumayan juara mispersepsi Per definisi pakai bahasa (diupayakan) sederhana, Indeks Pembangunan Inklusif (IBI) bicara apakah kebijakan struktur dan kelembagaan sebuah perekonomian sudah pro pada: (1) Penciptaan lapangan pekerjaan, (2) Harapan hidup sehat, (3) Sedikit orang miskinnya, (4) Merata kemakmurannya, (5) Sedikit proporsi hutang negaranya, dan (6) Polusi karbonnya dari ekonominya minimal. Ini baru sebagian dari sub pilar dan pilar lainnya, untuk teknisnya dapat menjadi bahan diskusi lebih jauh. Memakai kategori peringkat 'Di Kelas' a la aba-amba maka ...
Melanjutkan tradisi di kelas berisi 42 siswa, di peringkat berapakah siswa bernama Indonesia dalam Rapor Daya Saing Global 2017-2018 versi World Economic Forum?
Komponen Indeks Daya Saing Global (IDSG, Global Competitiveness Index--GCI) dibagi menjadi 3 subindeks yaitu
- A. Persyaratan Dasar, dengan empat pilar:
- 1-Institusi
- 2-Infrastruktur
- 3-Lingkungan makroekonomi
- 4-Kesehatan dan pendidikan dasar
- B. Peningkat Efisiensi, dengan enam pilar:
- 5-Pendidikan (menengah dan) tinggi dan pelatihan
- 6-Efisiensi pasar barang
- 7-Efisiensi pasar tenaga kerja
- 8-Pengembangan pasar keuangan
- 9-Kesiapan teknologi
- 10-Ukuran pasar
- C. Faktor inovasi dan kecanggihan, dengan dua pilar
- 11-Kecanggihan bisnis
- 12-Inovasi
Masing-masing pilar dalam subindeks juga mempunyai subpilar yang, namun untuk memudahkan pengamataan hanya item-item rinci di mana #PeringkatIndonesia ada di kelompok hijau, merah, dan kehitaman yang ditampilkan. Warna hijau untuk peringkat dengan 1 digit, kuning untuk kepala 1, orange kepala 2, merah kepala 3, dan kehitaman untuk peringkat buncit 40, 41 dan 42. Inilah #PeringkatIndonesia dalam Indeks Daya Saing Global:
Dari gambar pembuka terlihat jika 137 negara tersebut dianggap adalah kelas berisi 42 siswa (artinya peringkat 137 adalah peringkat 42 kelas), maka peringkat Indonesia adalah 11. Belum masuk 9 besar kelas.
Subindeks A. Persyaratan Dasar
Untuk subindeks persyaratan dasar, siswa Indonesia ada di peringkat 14 di kelas. Padahal persyaratan dasar yang berarti kesiapan kelembagaan, infrastuktur, ekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar adalah syarat minimun daya saing global. Peringkat subindeks yang juga di bawah peringkat indeks menandakan bukan di sini penyumbang keunggulan daya saing Indonesia. Bisa jadi ada di salah satu pilar di sini
Melihat tabel di atas (yang hanya tampilkan peringkat hijau, merah, dan kehitaman untuk subpilar) terlihat bahwa untuk kelembagaan: belanja dan peraturan pemerintah ada di 9 besar kelas. Namun, beban bisnis akibat terorisme dan kejahatan terorganisir rupanya masuk kategori merah. Pilar infrastruktur menunjukkan keunggulan Indonesia sebenarnya di perkeretaapian dan maskapai penerbangan juga telepon seluler, tapi untuk telepon tetap (biasa disebut telepon rumah) angkanya mengkhawatirkan. Baca bagaimana 75% pelanggan telepon tetap hilang dalam 10 tahun di Indonesia sementara Dunia hanya hilang 20% dalam 6 tahun.
Lingkungan makrokonomi merupakan faktor prasyarat dasar yang sudah dipenuhi sehingga peringkatnya 9 besar kelas, ini kebanggaan yang harusnya berdampak besar. Di pilar ke-4 semua angkanya mengkhawatirkan, dimulai dari peringkat pilar yang hampir masuk kategori merah. Ini disumbang peringkat tuberkolosis yang sangat parah di dunia, kepala 4! Dampak bisnis TBC serta HIV/AIDS, juga harapan hidup orang Indonesia yang buruk, juga pendaftaran pendidikan dasar yang ada di kepala 3. Ini semua berarti Indonesia tertinggal dalam hal kesehatan dan pendidikan dasar.
Subindeks B. Peningkat Efisiensi
Untuk subindeks ini #PeringkatIndonesia adalah 13, juga belum 9 besar kelas. Ini dari pendidikan lanjutan dan tinggi yang ada di grup orange, efisiensi pasar barang ada di grup kuning, efisiensi pasar tenaga kerja yang hampir masuk grup merah. Tertolong pasar keuangan yang dua tingkat lagi masuk 9 besar kelas, namun lagi-lagi dijatuhkan oleh kesiapan teknologi yang masuk grup orange. Dan penyelamat terbesar untuk subindeks ini adalah ukuran pasar! Negara berpopulasi banyak ada gunanya.
Tak tampak adalah tingkat pendaftaran pendidikan tersier (tinggi) yang hanya kurang dari 25% (baca peringkat), namun pelatihan staf ternyata bagus sehingga masuk 9 besar. Efisiensi pasar barang dilemahkan oleh prosedur memulai bisnis yang hampir 4 peringkat lagi masuk grup kehitaman, waktu sampai bisnis bisa dimulai pun masuk grup merah dan entah mengapa impor Indonesia ada di grup kehitaman. Perlu belajar banyak tentang bisnis internasional sepertinya siswa Indonesia ini.
Di efisiensi pasar tenaga kerja sulit menentukan upah dan lebih sulit lagi memutus usaha terkait pesangon gono-gini, juga buruknya partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja. Sedikit menolong sehingga efisiensi pasar tenaga kerja masih ada di grup orange adalah praktek 'outsourcing'? yang menjamur juga dampak pajak, dan produktivitas yang baik serta kemampuan negara menarik bakat.
Pasar keuangan juga menjadi bintang di subindeks ini, seperti halnya lingkungan makroekonomi di subindeks A sebelumnya. Tapi kesiapan teknologi masih ada di grup orange yang disumbang oleh pengguna dan pelanggan internet yang sedikit. Baca mispersepsi bahwa dari 100 orang Indoesia memang ada 149 telepon seluler, tapi yang adalah smartphone hanya 21 dari 100 yang pakai.
Ukuran pasar yang membuat Indonesia naik podium! Juga penghasilan total perekonomian dengan kategori paritas daya beli Indonesia yang juga sangat bagus, sayangnya lagi-lagi kurang ilmu bisnis internasional sehingga ekspor malah hampir-hampir masuk kategori tinggal kelas. Sayang.
Subindeks C. Faktor Inovasi dan Kecanggihan
Ini subindeks terakhir, apakah inovatif dan canggih? Ya! Tapi sayang kesiapan teknologi dan kerajinan mendaftarkan paten buruk. Perlu disukuri ternyata Indonesia bukan siswa terbelakang. Kecanggihan bisnis pun hampir masuk grup hijau, yang terutama menonjol adalah kondisi pengembangan klaster bisnis yang baik artinya pelaku bisnis dan komponen lain mulai sadar perlunya bekerja sama. Luas (breadth) dari value chain juga masuk 9 besar artinya pebisnis paham mana aktivitas primer dan pendukung dalam upaya mencapai marjin keuntungan. Yang juga tidak disangka adalah kesediaan mendelegasikan otoritas yang tertanya siswa Indonesia masuk grup hijau, masa-masa atasan tak percaya bawahan sepertinya sudah berlalu.
Untuk inovasi pun ternyata banyak pemikir dan ide-ide dari warung kopi kampung hingga hotel mewah yang ternyata berisi. Universitas, pemerintah dan perusahaan giat dalam riset dan pengembangan mudah-mudahan segera bermanfaat besar. Ya, juga perlu belajar mendaftarkan temuan dan paten tsb.
Secara keseluruhan peringkat total 11 ini memang pengulangan beberapa tahun lalu, artinya masih banyak ruang untuk kemajuan. Terutama yang berwarnya merah dan kehitaman. Fokus pindahkan itu ke grup orange atau kuning adalah hal penting dan segera.
Share di Twitter anda Facebook anda Linkedin anda Google+ anda Pinterest anda
Share di Twitter anda Facebook anda Linkedin anda Google+ anda Pinterest anda
Comments
Post a Comment