Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

PeringkatIndonesia: Indeks Pembangunan Inklusif #20/42,↘︎8

Dugaan bahwa kategori nomor (5) di alinea berikut #PeringkatIndonesia buruk karena hutangnya banyak perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa harapan hidup di Indonesia dengan damai dan sehat hingga tua (2) juga perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa polusi karbon (6) di Indonesia masih tertolong hutan tropis dsb, juga sangat perlu dikesampingkan. Inilah tulisan fakta riset World Economic Forum tentang Indonesia. Ingat Indonesia lumayan juara mispersepsi Per definisi pakai bahasa (diupayakan) sederhana, Indeks Pembangunan Inklusif (IBI) bicara apakah kebijakan struktur dan kelembagaan sebuah perekonomian sudah pro pada: (1) Penciptaan lapangan pekerjaan, (2) Harapan hidup sehat, (3) Sedikit orang miskinnya, (4) Merata kemakmurannya, (5) Sedikit proporsi hutang negaranya, dan (6) Polusi karbonnya dari ekonominya minimal. Ini baru sebagian dari sub pilar dan pilar lainnya, untuk teknisnya dapat menjadi bahan diskusi lebih jauh. Memakai kategori peringkat 'Di Kelas' a la aba-amba maka

Notes on Everyday's Dumbs

Let's face the fact. You live in majority dumbs' city or country. Want to know how?  Say, you deny to wait in line in dumbly long, fully line in train ticket vending machine and choose to rotate the station to the booth across the railway that most of the time empty of queue. This time it's staffed with human, seem like a smart move right? Yes, it cuts off some in-lining time unless  this (human) staff still in the white and black attire with no attributes uniform, then it is a dumb one. How is it dumb? can't perform a task of filling-in the electronic ticket card the right way,  claiming that he is right, asking whether the card you give is yours (you definitely know since  it's been with you the past year and from the serial number you remember), ordering the client to perform a tapping out for a four days-old trip, then charging the client for new card since the old one is, well, error! while you're sure the last time you use that train you get out

Kegamangan Sang Bahasa

Sumber foto: https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesian_language. Mengutip riset pimpinan Prof. Dr. J. W. de Vries dari  the University of Leiden  di Belanda  Ini bahasa dengan potensi penutur lebih dari 1/4 miliar mulut dan bibir, namun entah mengapa ada kemungkinan bahasa ini termasuk yang akan terhapus dari daftar. KBBI indikator pertamanya. Pembaruan dalam kamus besar ini seperti berjalan sangat lambat. Entah berapa banyak birokrasi dan persetujuan serta kegaduhan dibuat sekedar untuk memasukkan satu kata atau mungkin frase ke dalamnya. Dijajah kelambanan. Kota sebagai pusat kemajuan menuntut segala hal selalu terbarukan jika tidak, toh ada desa tempat kehidupan sederhana yang hanya mendiskusikan hal-hal mendasar (ya, mungkin sedikit hal-hal berbau supranatural dan filosofis). Tak terlalu diperlukan misalnya padanan dari struktur kompleks bidang kedokteran, keuangan atau teknologi di sana. Kota tak begitu, sementara memakai istilah rumit sesuai bahasa asal hanya akan membua

Indonesia, Perils of Perceptions. Mispersepsi dari Keramaian

Ok. Anda bertanya pada rekan tentang smartphone dan ia berkata, "saya tak punya" lalu Anda berkata, "gak mungkin!" Ternyata Anda melebih-lebihkan berapa banyak penduduk Indonesia yang punya. Kira-kira 85 dari 100 orang akan dianggap punya setidaknya satu smartphone. Faktanya, kelebihan 65. Hanya 21 dari 100 yang punya. Dan Indonesia 'ngaco' tertinggi di dunia untuk kategori ini. Selanjutnya di simbol kebebasan, akses dan prestise: mobil. Coba tebak dari 100 orang Indonesia, berapa yang punya mobil? 77? Hmm, ini juga kelebihan banyak. Hanya 41 yang punya. Orang Jepang naik kereta dan gak punya mobil? Faktanya 72 dari 100 punya. Si biru yang sudah 2 miliar. Facebook. Dari 100 berapa yang punya? Kurang lebih 81% dari orang Indonesia >13 tahun punya. Salah hanya 28 saja. Lanjut tentang Surga, Neraka dan Tuhan. Ah paling tinggal 85% orang Indonesia yang percaya Surga faktanya 99% dan selamat Indonesia salah duga tiga terbawah namun te

Vibe of the City

photo sources: http://www.100resilientcities.org/resources/ Yes. This is not the city in one of the developed country with high level of literacy; whether in the basic definition of literacy, of cultural, international belongingness, financial literacy of simply just literate in terms of really reading the religious (chosen) transcripts with thorough understandings and efforts. In learns to tolerate, to settle disputes, to show who's in charge. On the other side it still has a burden of that old souls or the past power syndrome sufferers and the slowly--try to be cool like one the popular doctrines says to be--unplugged the cord of <<The Matrix>> alike or on the plugging in action to announce that they are exist, though momentarily the shadow fade away. Existence of the crowd while by zooming out process crowds are just irrelevant dots. Another zoom out, merely they are just traces of dust that can only cause the inhalers to sneeze or behind sought into dark mat

Cultural Escape

  Though the life portrayed in J-drama is a work of fiction but the careful planning and implied cultural reality in the background are something to cheered upon. Heartwarming. The word that often comes up when people discuss about this specific genre. The result, less exaggerated drama through lots of unnecessary shouting or misplaces rain shower of tears. J-drama such as Sunao ni Narenakute (Hard to Say I Love You) gives a new type of love drama where you will blood stream from ordinary people characters trying make a bold statement that they need to be heard. While it is on a thriller drama. Carefully planned, J-drama often gives a delight pre-anticipated response from the audience. It's like when you know the surprise center in a mint candy but you enjoy the treat still. Touches the corner of your bored over own cultural product's heart. This neat orchestra of life flow of a seemed to be a literature translated to on screen performance with a bibliothèque sorted from

Shaf Sholat Berjamaah, Bangku Kereta dan Menjadi Muslim

Photo: The Muslim Show Saat kebetulan sholat berjamaah, yang saya coba terapkan adalah: 1. mengabaikan garis samping sajadah. 2. membuat garis hayal di belakang berdirinya imam, jika berada di kanan beliau, maka berusaha menempelkan lengan atas dengan rekan berjamaah di sebelah kiri, lalu lebar kaki mengikuti lebar torso. Begitu sebaliknya. 3. risikonya (saat di kanan garis imam) ada celah kosong dari rekan berjamaah di kiri. Hanya berharap ybs rela menggeser mendekat. Saat kebetulan duduk di bangku panjang kereta, yang saya coba terapkan adalah: 1. memperhatikan garis hayal kain jok kereta (kebanyakan KRL diperuntukkan untuk 7 orang) 2. duduk sesuai lebar garis hayal ini (cetaknya ada di senderan jok), lebar celah dengkul dan celah telapak mengikuti lebar torso. 3. risikonya saat ada penumpang dengan badan lebih lebar, atau massa paha lebih besar atau yang meluaskan alpha power range-nya (atau karena tertidur) dengan melebarkan celah dengkul lebih le

Rencana Indonesia Menjadi Bank Sentral Bagi Kreditur di Industri Keuangan Islam Global

Sumber grafik : Laporan EY 2013, didapat dari laman http://conversableeconomist.blogspot.co.id/2014/12/snapshots-of-islamic-banking.html Di Turki dikenal  participation banking  yang kurang lebih serupa dengan perbankan syariah. Dengan mekanisme   participation banking , nasabah yang mengajukan pembiayaan atas sebuah barang akan membeli barang tersebut dengan hak kuasa yang diterbitkan bagi nasabah tersebut oleh bank. Pelunasan dilakukan dengan bagi hasil yang disepakati, dengan angsuran yang disepakati. Saat ini, Turki memiliki proyek ambisius untuk meningkatkan pangsa dari   participation bank   terhadap sektornya naik hingga 25%. Saat ini, pangsa   participation banking  di Turki ataupun perbankan syariah di Indonesia masih sama-sama 5% (berdasarkan ukuran aset). Participation bank  mempekerjakan   14.565  orang di  973  cabang dari  lima   participation bank  yang beroperasi di Turki dengan total aset non-konsolidasi sebesar TL (Lira Turki) 136,31 miliar ( Rp50

Facebook orang Indonesia, Kebutuhan akan Popularitas.

Orang Indonesia yang Kolektivis lebih suka Mengungkap Informasi di Facebook untuk Kebutuhan-Popularitas Sebuah penelitian bersama oleh Ardi dan Maison (Universitas Airlangga dan University of Warsaw, 2014) yang dimuat pada Journal of Information, Communication and Ethics in Society membandingkan orang Indonesia yang hidup di budaya yang sangat kolektivis (paling bahkan) dengan orang Polandia yang berbudaya individualis hierarkis. Dilakukan terhadap 346 orang Indonesia berusia rata-rata 26,5 tahun dan 300 orang Polandia. sumber: Ardi dan Maison, 2014 Hasilnya orang Indonesia lebih terbuka dan lebih intim berbagi informasi di Facebook namun sayangnya justru orang Polandia yang lebih suka berbagi konten bernada positif. Selain itu, pengungkapan diri di Facebook juga berasosiasi lebih erat dengan kebutuhan-akan-popularitas (NfP) meski juga terkait dengan kebutuhan-untuk-penerimaan-sosial (NtB). Penghargaan-diri yang sedikit lebih rendah dibarengi dengan lebih sering menul

Decision Model for Convenience Application-based Public Transportation

Bridging demand and supply proves to be a success formula to get supernormal profit in the case of applications-based public transport . Initially the demand (in the form of ease of meeting the main needs of commuting) is far enough away from the supply (which is still a simple and complicated method of meeting the demand). Puskakom Universitas Indonesia in its latest findings on application-based public transportation in Jakarta, Indonesia revealed 2/3 more respondents are users of this type of transportation and 2/3 more than users are women. The reason for the + -2.800s of the users of this user is the sense of security and convenience. A doctoral dessertation at the University of North Texas, USA by Rebecca A. Scott describes a causal loop diagram in describing the determinants of decision making factors affecting attitudes toward public transport. On the right side of the diagram are described the interdependent relationships of demand and supply of public transport with attitudes

Model Keputusan untuk Kenyamanan Transportasi Umum Aplikasi

Menjembatani permintaan dan penawaran terbukti jadi rumus sukses raih laba supernormal di  kasus transportasi umum aplikasi. Awalnya permintaan (berupa kemudahan penuhi kebutuhan utama) berjarak cukup jauh dengan penawaran (yang masih berupa metode sederhana dan rumit capai permintaan). Puskakom Universitas Indonesia dalam temuan terbarunya tentang transportasi umum aplikasi di Jakarta, Indonesia mengungkapkan 2/3 lebih respondennya adalah pengguna moda transportasi jenis ini dan 2/3 lebih dari pengguna adalah perempuan. Alasan +-2.800-an orang responden pengguna ini adalah rasa aman dan nyaman.  Sebuah desertasi doktoral di University of North Texas, Amerika Serikat oleh Rebecca A. Scott memaparkan model diagram lingkaran kausal dalam menggambarkan faktor penentu pengambilan keputusan mempengaruhi sikap terhadap transportasi umum. Pada sisi kanan diagram digambarkan hubungan saling mempengaruh dari permintaan dan penawaran transportasi umum dengan sikap terhadap transportasi umum.