Dugaan bahwa kategori nomor (5) di alinea berikut #PeringkatIndonesia buruk karena hutangnya banyak perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa harapan hidup di Indonesia dengan damai dan sehat hingga tua (2) juga perlu dikesampingkan. Dugaan bahwa polusi karbon (6) di Indonesia masih tertolong hutan tropis dsb, juga sangat perlu dikesampingkan. Inilah tulisan fakta riset World Economic Forum tentang Indonesia. Ingat Indonesia lumayan juara mispersepsi Per definisi pakai bahasa (diupayakan) sederhana, Indeks Pembangunan Inklusif (IBI) bicara apakah kebijakan struktur dan kelembagaan sebuah perekonomian sudah pro pada: (1) Penciptaan lapangan pekerjaan, (2) Harapan hidup sehat, (3) Sedikit orang miskinnya, (4) Merata kemakmurannya, (5) Sedikit proporsi hutang negaranya, dan (6) Polusi karbonnya dari ekonominya minimal. Ini baru sebagian dari sub pilar dan pilar lainnya, untuk teknisnya dapat menjadi bahan diskusi lebih jauh. Memakai kategori peringkat 'Di Kelas' a la aba-amba maka
% yang mengatakan media pemberitaan sangat-baik/cukup-baik dalam melaporkan berita secara akurat sumber: pewglobal.org |
Indonesia (ke)sayang(an) media
Dalam empat kategori utama laporan Pew Research Center tanggal 11 Januari 2018 tentang berita media dari survei di 38 negara, Indonesia selalu ada di empat teratas dalam menjawab pertanyaan utama
"% yang mengatakan media berita mereka melakukan dengan sangat-baik/cukup-baik
dalam melaporkan ..." di empat kategori utama:
- ...isu politik secara adil: responden Indonesia ada di peringkat empat dengan 77% mengatakan media berita melakukan pemberitaan terkait isu politik secara adil dengan sangat/cukup baik. Terendah Korea Selatan 27% dan Yunani 18%. Median 38 negara hanya 52%.
- ...berita tentang pimpinan dan pejabat pemerintahan: Indonesia ada di peringkat dua dengan 85%. Median 59%.
- ...berita secara akurat: Indonesia ada di peringkat tiga dengan 85%. Median 62%.
- ...peristiwa berita paling penting: Indonesia ada di peringkat dua dengan 89%. Median 73%.
Lebih dalam, kondisi internal setiap negara akan menggambarkan hasil survei di atas
Berita online versus GDP per kapita (2015, PPP, $ internasional saat ini)
Indonesia ada di kiri bawah berdekatan (terhalang di gambar) oleh dengan Tunisia dan Jordan di bawah 20%; di area kiri bawah ini juga ada Filipina, India, Nigeria dan Kenya dalam hal persentase penggunaan internet untuk mendapatkan berita setidaknya sekali sehari. Korea Selatan yang di bagian atas disinggung menjuarai kategori ini dengan 57% membaca online ini. Median global adalah 35%.
Jika dibagi lagi dalam kategori usia, warga Indonesia berusia 50+ juara buncit dunia dengan 1% saja yang membaca online berita. Sama kondisinya dengan yang berusia 30-49 juga buncit bersama India dengan hanya 13%. Generasi muda (18-29 tahun) Indonesia agak baik dengan 38% ini jauh dari rekan-rekan negeri K-Pop yang 89% pemudanya meminum dosis harian berita onlinenya. Korea 30-49 tahun? Lebih gila 94%, yang tua (50+) juga sangat baik 64%
% yang mendapat berita harian dari internet Sumber: Pew Research Center |
Percaya pada pemerintah, Puas pada media?
Masyarakat Indonesia yang termasuk pendapatan menengah-bawah dan kurang dari 20%-nya terekspos rutin berita internet apalagi semakin berumur ini, ternyata juara juga dalam klub warga-warga puas pada pemerintah dan berita media di negaranya. Ada di kanan atas grafik bersama Tanzania, Filipina, Vietnam dan sedikit dekat dengan India. Korea Selatan satu-satunya wakil Asia bertitik hijau yang ada di kiri bawah.
Berita nasional atau berita dunia?
Seperti negara lainnya warga Indonesia lebih suka berita Nasional (78%. Medial global 86%) dibanding berita dunia. Seberapa tidak tertarik orang Indonesia pada tempat di luar pagarnya? Sangat. Hanya 38% yang peduli berita dunia. Ini peringkat 5 dari bawah dengan Peru, Colombia, Argentina dan Chile di peringkat 1 hingga 4 dari buncit.
Media-sosial sumber berita?
Jadi selain bergabung dengan negara-negara Amerika Selatan yang sangat tidak pedulian itu, apakah media-sosial yang mengenalkan kata 'viral' kepada warga Indonesia membuktikan bahwa kita memimpin dunia? Ternyata tidak. Empat dari buncit lagi peringkatnya dengan hanya 19% yang membaca berita hariannya dari situs perjejaringan sosial dibandingkan median global yang 35% dan 33% di negera muncul/sedang berkembang. Peringkat empat dari bawah ini juga disponsori oleh tetua 50+ yang 0% dan dewasa (30-49 tahun) yang hanya 13% meneguk kapsul berita media-sosialnya. Jarak muda dan tua dalam kategori berita viral ini untuk Indonesia tidaklah terlalu buruk dengan berada di papan tengah. Vietnam ekstrimnya, sementara 81% pemuda baca berita medsos, yang tua hanya 3% dengan jarak 78 poin.
(Tabel di atas, kanan) Yang kaya 'pasti' punya telepon pintar Anda mungkin pikir. (baca juga Indonesia, Perils of Misperceptions hanya 21% warga Indonesia miliki). Ternyata si kaya (yang miliki telepon-pintar hanya 26%-nya gunakan untuk baca berita. Si miskin (ini harusnya yang punya juga) hanya 12%-nya untuk kegunaan yang sama. Bagaimana misalnya Vietnam yang jurang kaya-miskin baca beritanya paling besar? 66% berpenghasilan tinggi dan 34% berpenghasilan rendah baca berita dari jejaring sosial.
Di kategori pendidikan, warga Indonesia yang berpendidikan kurang juga ada di lima dari bawah dengan hanya 8% membaca berita medsos. Sementara rekannya berpendidikan lebih ada di papan tengah dengan 44% rajin membacanya. Tetangga jauh Vietnam terdidik juara dengan 77% baca berita medsos. Lelaki Indonesia, peringkat tiga dari bawah dengan 12%, yang perempuan sedikit lebih baik (empat dari bawah) dengan 26% baca berita medsos.
Disclaimer: pemilik akun aba-amba.blogspot.co.id tidak terafiliasi dengan atau memeroleh ijin khusus pengutipan dari Pew Research Center. Informasi semata untuk kemudahan pembaca berbahasa Indonesia.
Comments
Post a Comment